Dakwah Maksud Hidup


widgeo.net

Saturday 8 June 2019

Adil dalam menegakkan Kebenaran



Allah Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوأَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8).

Diantara bentuk berbuat adil kepada musuh adalah menerima dan menyetujui kebenaran yang ada pada mereka.
As-Si’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya menafsirkan ayat di atas, “Sebagaimana kalian bersaksi menguatkan teman kalian maka kalian juga harus bersaksi melawan teman kalian (jika dia memang salah, pent). Dan sebagaimana kalian bersaksi melawan musuh kalian maka kalian juga harus bersaksi mendukungnya (jika dia memang benar, pent). Maka walaupun musuh itu adalah orang kafir atau penganut bid’ah maka tetap wajib berlaku adil kepadanya dan wajib menerima kebenaran yang mereka bawa. Kita terima kebenaran itu bukan karena dia yang mengucapkannya (akan tetapi karena ucapannya itu memang kebenaran, pent). Dan kebenaran tidak boleh ditolak hanya karena dia (musuh) yang mengucapkannya, karena perbuatan seperti ini adalah kezhaliman terhadap kebenaran.”

Terimalah kebenaran walaupun datangnya dari orang kafir.

– Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Dua nenek Yahudi Madinah masuk menemuiku, keduanya mengatakan sesuatu kepadaku,

إِنَّ أَهْلَ الْقُبُوْرِ يُعَذَّبُونَ فِي قُبُوْرِهِمْ

“Sesungguhnya orang-orang yang berada di dalam kubur di siksa di dalam kubur mereka.”
Aku mendustakan keduanya, aku tidak senang membenarkan keduanya. Lalu keduanya keluar. Nabi datang masuk menemuiku, maka aku berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dua nenek…”, aku menyebutkan kepada beliau.

فَقَالَ صَدَقَتَا إِنَّهُمْ يُعَذَّبُونَ عَذَابًا تَسْمَعُهُ الْبَهَائِمُ كُلُّهَا

Beliau bersabda : “Keduanya benar. Sesungguhnya mereka disiksa dengan siksa’an yang didengar oleh binatang-binatang semuanya.”

فَمَا رَأَيْتُهُ بَعْدُ فِي صَلاَةٍ إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْر

Kemudian tidaklah aku melihat beliau di dalam shalat setelah itu, kecuali beliau berlindung dari siksa kubur.” [HR.Bukhari no.6366, Muslim no.586].

Kebenaran tidak boleh di tolak walaupun datangnya dari syetan sekalipun.

Dalam Shahih Bukhari disebutkan, Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata ;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mewakilkan padaku untuk menjaga zakat Ramadhan (zakat fitrah). Lalu ada seseorang yang datang dan menumpahkan makanan dan mengambilnya.
Aku pun mengatakan, “Demi Allah, aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Lalu ia berkata, “Aku ini benar-benar dalam keada’an butuh. Aku memiliki keluarga dan aku pun sangat membutuhkan ini.”
Abu Hurairah berkata, “Aku membiarkannya. Lantas di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku : “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam ?”
Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia dalam keada’an butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu kasihan padanya sehingga aku melepaskannya.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi.”
Aku pun tahu bahwasanya ia akan kembali sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan. Aku pun mengawasinya, ternyata ia pun datang dan menumpahkan makanan, lalu ia mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Lalu ia berkata, “Biarkanlah aku, aku ini benar-benar dalam keada’an butuh. Aku memiliki keluarga dan aku tidak akan kembali setelah itu.”
Abu Hurairah berkata, “Aku pun menaruh kasihan padanya, aku membiarkannya.
Lantas di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku: “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu ?”
Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu kasihan padanya sehingga aku melepaskannya pergi.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi”
Pada hari ketiga, aku terus mengawasinya, ia pun datang dan menumpahkan makanan lalu mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini sudah kali ketiga, engkau katakan tidak akan kembali namun ternyata masih kembali.

قَالَ دَعْنِى أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا

Ia pun berkata, “Biarkan aku. Aku akan mengajari suatu kalimat yang akan bermanfa’at untukmu.”

قُلْتُ مَا هُو ؟

Abu Hurairah bertanya, “Apa itu ?”

قَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ ( اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ) حَتَّى تَخْتِمَ الآيَةَ ، فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ

Ia pun menjawab, “Jika engkau hendak tidur di ranjangmu, bacalah ayat kursi ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum …‘ hingga engkau menyelesaikan ayat tersebut. Faedahnya, Allah akan senantiasa menjagamu dan setan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.”
Abu Hurairah berkata, “Aku pun melepaskan dirinya dan ketika pagi hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya padaku, “Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam ?”
Abu Hurairah menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengaku bahwa ia mengajarkan suatu kalimat yang Allah beri manfa’at padaku jika membacanya. Sehingga aku pun melepaskan dirinya.”

قَالَ « مَا هِىَ ؟ »

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa kalimat tersebut ?”
Abu Hurairah menjawab, “Ia mengatakan padaku, jika aku hendak pergi tidur di ranjang, hendaklah membaca ayat kursi hingga selesai yaitu baca’an ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum’. Lalu ia mengatakan padaku bahwa Allah akan senantiasa menjagaku dan setan pun tidak akan mendekatimu hingga pagi hari. Dan para sahabat lebih semangat dalam melakukan kebaikan.”

فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ ، تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُنْذُ ثَلاَثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَة

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda : “Adapun dia kala itu berkata benar, namun asalnya dia pendusta. Engkau tahu siapa yang berbicara denganmu sampai tiga malam itu, wahai Abu Hurairah ?”
“Tidak”, jawab Abu Hurairah.

قَالَ « ذَاكَ شَيْطَانٌ »

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Dia adalah setan.”
(HR. Bukhari no. 2311).

Riwayat diatas memberikan pelajaran kepada kita, bahwa kebenaran itu harus kita terima, walaupun yang menyampaikannya setan sekalipun. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan perkata’an setan, yang asalnya pendusta. Dan riwayat tersebut juga menjadi petunjuk, bahwa kita boleh mengambil ilmu dari siapapun bahkan setan sekalipun apabila sudah di ketahui kebenarannya.
(Di ringkas dari penjelasan Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari, 6: 487-490, Syarh Shahih Al Bukhari).

Dinukil dari
HIDUPKAN SUNNAH MATIKAN BID'AH By : Agus Santosa Somantri

No comments:

Post a Comment

Kami akan sangat berbahagia apabila anda memberi komentar atas tulisan di atas. Jazakallooh atas segala perhatiannya.