Dakwah Maksud Hidup


widgeo.net

Thursday 28 May 2020

Apakah seseorang memasuki syurga karena amalannya ?



سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا فَإِنَّهُ لَا يُدْخِلُ أَحَدًا الْجَنَّةَ عَمَلُهُ قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ بِمَغْفِرَةٍ وَرَحْمَةٍ

“Tepatlah kalian, mendekatlah, dan bergembiralah, karena sesungguhnya amal tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” Para shahabat bertanya: “Termasuk juga anda wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya, termasuk juga saya, kecuali jika Allah menganugerahkan ampunan dan rahmat kepadaku.”

Beberapa pertanyaan yang mungkin muncul sehubungan dengan hadis tersebut di atas adalah, mengapa didalam Al Qur’an disebutkan bahwa seseorang diperintah beramal sholeh dengan dijanjikan syurga yang berderajad derajad. Kalau bukan sebab amalan apa gunanya kita beramal ? Apakah ada hamba Allah SWT yang dapat memasuki syurga sebab amalannya saja ? Apa hikmah dari hadis Rasul saw tersebut di atas ?

Dari segi waktu amal manusia didunia hanya terbatas sangat singkat sekali. Manusia akhir zaman diberi kesempatan hidup didunia dan beramal hanya sebatas kurang lebih 60 hingga 70 tahun. Maka semestinya balasan di syurgapun hanya sebatas umur manusia 60 hingga 70 tahun namun pada kenyataannya kehidupan di alam syurga kekal abadi yang tidak bisa dibandingkan dengan masa manusia beramal didunia ini. Hanya karena Rahmat Allah SWT sajalah sehingga Allah SWT membalas amal manusia yang sangat singkat dengan kehidupan di syurga kekal abadi selama lamanya. Allah SWT memberi balasan sesuai niat seseorang. Manakala niatnya beramal selama lamanya maka pahalanya juga selama lamanya walau beramal hanya sebatas usia hidup didunia.

Amal manusia bagaimanapun tidak bisa sempurna, banyak sekali kekurangannya kecacatannya banyak sekali ketidak sesuaian dengan Perintah Allah SWT tidak sesuai dengan Sunnah Rasul saw. Dari waktu kewaktu kadang semakin menurun atau tidak istiqomah bahkan futur. Sementara kenikmatan di syurga adalah kenikmatan yang sempurna kenikmatan yang dari waktu ke waktu semakin meningkat dengan tanpa ada batasnya. Bagaimana mungkin amal yang sedemikian rupa minta balasan syurga yang sempurna dan semakin meningkat terus tanpa ada batasnya. Hanya karena Rahmat Allah SWT sajalah sehingga amal manusia yang kurang dilipatgandakan pahalanya minimal 10 kali lipat hingga 700 kali lipat bahkan sampai tak terhingga, yang cacat disempurnakan Nya yang salah dimaafkan Nya yang berdosa diampuni Nya.

Seandainyapun ada amalan hamba yang sempurna sebagaimana amalan Rasul saw pun Beliau tetap menyatakan bahwa Beliau saw masuk syurga karena Rahmat Allah SWT. Artinya Rasul saw dijamin masuk syurga dan sebab amalan Beliau saw yang sempurna itu Allah SWT masukkan dengan Rahmat Nya pada derajad tertinggi di dalam syurga Firdaus.
Hamba hamba Allah SWT telah dibekali dengan sarana prasarana untuk bisa beramal menjalani Perintah Allah SWT. Pertama kesempatan hidup didunia untuk mencari bekal akhirat, dilengkapi dengan anggota tubuh yang sempurna sehingga memungkinkan bisa menjalankan perintah Nya. Tidak hanya itu dianugerahi rizqi serta kenikmatan kenikmatan lainnya agar menjadi alasan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Belum lagi hidayah yang sangat menentukan seseorang dapat memahami dan tergerak untuk beribadah dengan semangat. Diutusnya para Nabi dan Rasul Rasul serta para Ulama dan lain sebagainya yang terus menerus memotivasi serta membimbing ummat manusia didalam beramal sesuai Kehendak Allah SWT sesuai sunnah Rasul saw sehingga menjadikan semua amalan bernilai amal ibadah.

Andai Allah SWT mensyaratkan bahwa memasuki syurga mutlak dengan amalan sempurna,  sudah pasti tidak ada satupun yang dapat masuk ke syurga karena tidak ada amalan dari hamba hamba Allah SWT pada umumnya yang sempurna. Dari segi waktu pelaksanaan yang tidak tepat waktu masih suka menunda nunda dan hanya sesaat saja. Dari segi kwalitas tidak bisa dikatakan amalan yang benar benar amalan agama dengan derajad di Ridhoi Nya sebab masih belum sesuai betul dengan Kehendak Nya belum sesuai betul dengan Sunnah Rasul saw. Kalaupun ada amalan hamba yang di Ridhoi Allah SWT semuanya itu hanyalah karena Pertolongan , Hidayah serta kemudahan kemudahan dan  segala galanya dari Nya juga. Bagaimana mungkin bahwa seorang hamba beramal sholeh karena hidayah dari Allah SWT dan Pertolongan dari Nya lalu dengan sombongnya meminta balasan kepada Allah SWT juga karena merasa telah beramal sholeh.

Hikmah berikutnya dari hadis diatas menurut Ulama adalah bahwa hamba hamba Allah SWT tidak harus memaksakan diri beramal dengan menyengsarakan diri diluar batas kemampuannya, sehingga akhirnya mengalami kejenuhan bahkan bisa mengakibatkan berhenti sama sekali dari beramal. Ada hamba hamba Allah SWT yang memang ada keterbatasan keterbatasn waktu kemampuan keahlian keilmuan dan lain sebagianya . Namun dengan keterangan hadis tersebut di atas masih ada kesempatan memasuki syurga dengan derajad tinggi di sisi Allah SWT atas Rahmat Nya.

Ini berarti bisa membantah pendapat Jabariyyah yang menyatakan bahwa masuk surga itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan amal, melainkan mutlak hanya Rahmat Allah swt saja. Juga membantah pendapat Qadariyyah yang menyatakan bahwa masuk surga itu murni karena amal saja, tidak ada kaitannya dengan rahmat Allah swt.

Imam Ibn Hajar memberikan penjelasan yang sedikit berbeda. Amal seseorang walau bagaimanapun tidak mungkin menyebabkannya masuk surga jika pada kenyataannya amal itu tidak diterima oleh Allah swt. Nah, persoalan amal itu diterima atau tidaknya, ini jelas wewenang Allah swt, dan ini mutlak berdasarkan rahmat Allah swt (semua pendapat ulama di atas dikutip dari Fath al-Bari kitab ar-riqaq bab al-qashd wal-mudawamah ‘alal-’amal).
Hadits yang disampaikan Nabi saw di atas, menurut Ibn Taimiyyah, mengajarkan kepada kita untuk tidak memahami hubungan amal dan surga sebagai mu’awadlah; timbal balik, balas jasa, atau ganti rugi.

Hal itu disebabkan pertama, Allah swt sama sekali tidak butuh terhadap amal kita, tidak seperti halnya seorang majikan yang butuh kepada para pekerjanya. Amal manusia untuk manusia sendiri, karena kalaupun semua manusia tidak beramal Allah swt tidak ‘peduli’, Dia akan tetap sebagai Yang Mahakuasa dan Mahaperkasa (Lihat QS. Al-Baqarah [2] : 286, Fushshilat [41] : 46, an-Naml [27] : 40).

Kedua, amal seorang manusia tidak diwujudkan oleh dirinya sendiri, melainkan berkat anugerah dan rahmat Allah swt juga, mulai dari menghidupkannya, memberi rizki, memberi tenaga, kesehatan, mengutus rasul-rasul, menurunkan kitab-kitab, menjadikannya cinta kepada keimanan dan menjadikannya benci terhadap kekufuran. Semua itu adalah berkat rahmat Allah SWT.

Ketiga, amal seorang manusia setinggi-tingginya tidak akan senilai dengan pahala yang diberikan Allah kepadanya, karena dalam pahala itu Allah SWT sudah melipatgandakannya dari mulai 10 kali lipat, 700 kali lipat, bahkan sampai kelipatan yang tidak dapat terhitung nilainya.
Keempat, nikmat dan kesenangan yang telah diberikan Allah SWT kepada manusia selama di dunia, walau bagaimanapun tidak akan mampu dibayar oleh manusia. Seandainya manusia diharuskan membayarnya dengan amal, pasti mereka tidak akan mampu beramal untuk membayarnya. Padahal jelas, manusia bisa beramal itu berkat nikmat-nikmat Allah SWT tersebut.

Kelima, manusia selalu diliputi oleh dosa dan kesalahan. Seandainya saja tidak ada ampunan Allah swt dan kebijaksanaan-Nya untuk hanya mempertimbangkan amal-amal yang baik saja, dengan mengenyampingkan amal jeleknya, tentu manusia tidak akan mungkin masuk ke dalam surga (Lihat QS. Az-Zumar [39] : 33-35, al-Ahqaf [46] : 16). 

Inilah di antara maksud sabda Nabi saw: 

“Ya, termasuk juga saya, kecuali jika Allah menganugerahkan ampunan dan rahmat kepadaku.”

Dari uraian panjang ini bisa ditarik kesimpulan bahwa amal tetap sebagai penyebab adanya balasan surga. Hanya berdasarkan hadits ini seseorang tidak boleh ta’ajjub (berbangga diri) dengan amalnya sendiri, karena di sana pasti ada peran rahmat Allah swt.
Dengan hadits ini juga seseorang tidak perlu takalluf (mempersulit diri) dengan amal-amal yang dikerjakannya. Tetap optimis dengan amal-amal yang sudah, sedang dan harus dikerjakan, sebagaimana tuntunan Nabi saw: saddidu, wa qaribu, wa absyiru, wa-ghdu, wa ruhu, wa syai`un minad-duljah, wal-qashda wal-qashda, semuanya itu pasti akan menyebabkan kita tablughu; sampai pada cita-cita yang diidamkan semua (surga Firdaus).