Setelah selama satu bulan penuh ditempa untuk menundukkan
hawa nafsu maka ummat Islam merayakan Iedul Fitri . Kembali ke fitrah (Idul
Fitri) berarti kembali ke asal kejadian ketika manusia masih berupa ruh, hanya
mengetahui , hanya meyakini Allah SWT semata mata.
Allah SWT berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ
مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ
أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ
تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
Referensi: https://tafsirweb.com/2626-surat-al-araf-ayat-172.html
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ
مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ
أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ
تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
Referensi: https://tafsirweb.com/2626-surat-al-araf-ayat-172.html
Referensi: https://tafsirweb.com/2626-surat-al-araf-ayat-172.html
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya
kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”
(QS. Al-A`raf [7]: 172).
Fitrah sebagaimana bayi baru lahir adalah suci, maka
kedua orang tuanyalah yang kemudian menjadikannya sebagai yahudi ataupun
nashrani. Maka salah satu hikmah perayaan Idul Fitri ialah perayaan atas
keberhasilan ummat Islam kembali kepada kesucian Suci dari sifat sifat yahudi
maupun sifat sifat nashrani .
Sesungguhnya, hakikat hari raya Idul Fitri adalah
perayaan kemenangan iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadhan. Setelah
berhasill menundukkan nafsu, kita dapat kembali ke fitrah kembali kepada jalan
yang lurus , shirothol mustaqim. Kembali dari jalannya orang orang yang dimurkai
dan jalannya orang orang sesat
.
Di sisi lain, sesungguhnya Idul Fitri lebih layak
dirayakan oleh Mukmin yang puasanya melahirkan takwa. Tentu bukan takwa yang
pura-pura. Sekadar demi citra. Demi meraih tahta dan kuasa. Namun, takwa yang
bertambah sempurna. Takwa yang makin paripurna. Takwa yang sebenarnya (haqqa
tuqâtih). Sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT dalam QS Ali Imran [3]
ayat 102. Dalam bahasa sebagian ulama dinyatakan:
لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ وَ لَكِنَ الْعِيْدَ
لِمَنْ تَقْوَاهُ يَزِيْدُ
Hari Raya bukanlah untuk orang yang mengenakan segala
sesuatu yang serba baru. Hari Raya hanyalah untuk orang yang ketakwaannya
bertambah atau dengan kata lain untuk hamba hamba Allah yang senantiasa
memperbaharui Imannya.
Salah satu definisi takwa dinyatakan oleh Imam al-Hasan.
Kata Imam al-Hasan, sebagaimana dikutip oleh Imam ath-Thabari di dalam
tafsirnya, kaum yang bertakwa adalah mereka yang senantiasa takut terjerumus
pada apa saja yang telah Allah SWT haramkan atas mereka dan menunaikan apa saja
yang telah Allah wajibkan kepada mereka
Berpuasa sebulan penuh menjadikan hamba Allah yang
bertaqwa. Perbuatan yang awalnya diperintahkan dan merupakan kebutuhan dasar
hidup yakni makan dan minum tetapi pada bulan suci Rhamadlan menjadi haram pada
waktu yang ditentukan. Tidak hanya itu kita wajib menjaga mulut kita menjaga
fikiran kita menjaga hati kita sehingga tidak sampai hanya memperoleh lapar dan
dahaga saja. Kesusahan dan kesulitan itu lah yang menghasilkan perubahan ke
arah taqwa suatu derajad tertinggi seorang hamba Allah SWT yaitu melaksanakan
semua perintah perintah Allah SWT atas dasar keyakinan dan keridlaan bukan
karena keterpaksaan seperti mana seorang budak terhadap majikannya tetapi
sebagaimana seorang kekasih kepada cintanya.
Pada hari raya idul fitri dimana mana dikumandangkan
kalimat takbir yang menggema sehingga masuk ke relung relung hati ummat
manusia. Kalimat inilah yang menjadikan ummat Islam dan ummat manusia pada
umumnya memahami akan arti seorang hamba Allah. Bahwa seorang hamba hanyalah
hamba yang tidak mengetahui apa apa, tidak memiliki apa apa tidak bisa berbuat
apa apa, bukan lah siapa siapa. Hamba hanyalah seorang yang tidak ada apa
apanya sama sekali. Kesadaran inilah yang akan melebur semuanya , dinding
dinding kesombongan keangkuhan sehingga ummat manusia benar benar menyatu dalam
penghambaan kepada Allah SWT semata semata.
Maka hikmah berhari raya idul fitri hendaknya ada tiga hal
yang harus difahami
Pertama betul betul kembali kepada fitrah yakni ummat
muslim bahkan sepertimana bayi yang baru lahir. Taubat dari segala bentuk yang
dimurkai Allah SWT dan dari segala kesesatan.
Kedua tingkatkan kwalitas amal , yang semula hanya
sebatas menggugurkan kewajiban tanpa ada rasa gairah dalam beramal , menjadi
amal yang didasari kecintaan dan ridla sebagaimana perasaan kepada kekasih
hatinya.
Ketiga dengan takbir hanya membesarkan Allah SWT saja
bahkan menafikan diri dan segala kebesaran duniawi lainnya maka barulah ummat
manusia dapat menyatu dalam penghambaan kepada Allah SWT. Inilah solusi
terhadap masalah masalah kehidupan duniawi yang hanya mementingkan kekuasaan yang
bersifat fana dan semu.
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا رَجُلًا فِيهِ شُرَكَاءُ مُتَشَاكِسُونَ
وَرَجُلًا سَلَمًا لِرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلًا الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ
لَا يَعْلَمُونَ
"Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki
(budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang selalu dalam
perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang (saja).
Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui. (QS. Az-Zumar [39]: 29).
Sabda Nabi saw.:
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَ سَتَكُونُ نَدَامَةً
يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Sungguh kalian benar-benar berhasrat terhadap kekuasaan,
sementara kekuasaan itu (jika tidak dijalankan dengan amanah) akan menjadi
penyesalan (bagi pemangkunya) pada Hari Kiamat (HR al-Bukhari).
No comments:
Post a Comment
Kami akan sangat berbahagia apabila anda memberi komentar atas tulisan di atas. Jazakallooh atas segala perhatiannya.