“Sesungguhnya Allah sangat gembira dengan
taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat pada-Nya melebihi kegembiraan seseorang di
antara kalian yang berada di atas kendaraannya dan berada di suatu tanah yang
luas (padang pasir), kemudian hewan yang ditungganginya lari meninggalkannya.
Padahal di hewan tunggangannya itu ada perbekalan makan dan minumnya. Sehingga
ia pun menjadi putus asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon dan tidur
berbaring di bawah naungannya dalam keadaan hati yang telah berputus asa.
Tiba-tiba ketika ia dalam keadaan seperti itu, kendaraannya tampak berdiri di
sisinya, lalu ia mengambil ikatnya. Karena sangat gembiranya, maka ia berkata,
‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu.’ Ia telah salah
mengucapkan karena sangat gembiranya.” (HR. Muslim no. 2747).
Definisi taubat. Secara
Bahasa, at-Taubah berasal dari kata تَوَبَ yang bermakna kembali. Dia
bertaubat, artinya ia kembali dari
dosanya (berpaling dan menarik diri dari dosa) Taubat adalah kembali kepada
Allâh dengan melepaskan hati dari belenggu yang membuatnya terus-menerus
melakukan dosa lalu melaksanakan semua hak Allâh Azza wa Jalla . Secara Syar’i,
taubat adalah meninggalkan dosa karena takut pada Allâh, menganggapnya buruk,
menyesali perbuatan maksiatnya, bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, dan
memperbaiki apa yang mungkin bisa diperbaiki kembali dari amalnya. Hakikat
taubat yaitu perasaan hati yang menyesali perbuatan maksiat yang sudah terjadi,
lalu mengarahkan hati kepada Allâh Azza wa Jalla pada sisa usianya serta
menahan diri dari dosa. Melakukan amal shaleh dan meninggalkan larangan adalah
wujud nyata dari taubat. Taubat mencakup penyerahan diri seorang hamba kepada
Rabbnya, inabah (kembali) kepada Allâh Azza wa Jalla dan konsisten menjalankan
ketaatan kepada Allâh. Jadi, sekedar meninggalkan perbuatan dosa, namun tidak
melaksanakan amalan yang dicintai Allâh Azza wa Jalla , maka itu belum dianggap
bertaubat. Seseorang dianggap bertaubat jika ia kembali kepada Allâh Azza wa
Jalla dan melepaskan diri dari belenggu yang membuatnya terus-menerus melakukan
dosa. Ia tanamkan makna taubat dalam hatinya sebelum diucapkan lisannya,
senantiasa mengingat apa yang disebutkan Allâh Azza wa Jalla berupa keterangan
terperinci tentang surga yang dijanjikan bagi orang-orang yang taat, dan
mengingat siksa neraka yang ancamkan bagi pendosa. Dia berusaha terus melakukan
itu agar rasa takut dan optimismenya kepada Allâh semakin menguat dalam
hatinya. Dengan demikian, ia berdoa senantiasa kepada Allâh Azza wa Jalla
dengan penuh harap dan cemas agar Allâh Azza wa Jalla berkenan menerima
taubatnya, menghapuskan dosa dan kesalahannya.
Agar taubat diterima Allah
Subhanahu Wa ta’ala dan tercegah dari kembali berbuat dosa dosa sehingga hidup
terasa bahagia dan mendapatkan kepuasan jiwa maka hendaknya didalam bertaubat
memenuhi tiga syarat
Imam Nawawi dalam Kitab
Riyadhus Shalihin menyampaikan tentang tiga syarat taubat kepada Allah SWT. Ia
menyampaikan bertaubat hukumnya wajib dari segala macam dosa.
Dalam kitabnya, Imam Nawawi
menyampaikan jika kemaksiatan terjadi antara seorang hamba dan Allah ﷻ.
Artinya tidak ada hubungannya dengan hak orang lain. Maka, untuk bertaubat
kepada Allah ﷻ harus memenuhi tiga syarat.
Pertama, segera hentikan
semua kemaksiatan yang dilakukan sejak saat keinginan taubat muncul. Kedua,
harus merasa menyesal karena telah melakukan kemaksiatan.
Ketiga, berniat tidak akan
mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya. Kalau tiga syarat ini
tidak terpenuhi semuanya dan ada satu syarat yang tidak dilaksanakan maka tidak
sah taubatnya.
Imam Nawawi menyampaikan,
jika kemaksiatan yang diperbuat ada hubungannya dengan orang lain. Maka syarat
taubatnya ada empat, yakni tiga syarat taubat kepada Allah ﷻ
harus terpenuhi.
Syarat keempat melepaskan
tanggungan itu dari hak orang lain. Jika tanggungan itu berupa harta atau yang
serupa dengan itu, maka wajib mengembalikannya kepada orang yang berhak.
Siapapun manusia pasti punya
kesalahan dosa baik yang besar maupun yang kecil baik yang disengaja maupun
tidak disadari, dosa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun dosa dosa terhadap
sesama hamba. Sekecil apapun dosa pasti membuat hidup tidak tenang dan tidak
mampu untuk merasakan kabahagiaan sejati. Pendosa pendosa seperti mayat mayat
hidup kelihatannya bisa berbicara bisa bertindak bisa tertawa namun hatinya
sudah mati, akalnya juga sudah mati tidak bisa memahami mana yang benar mana yang
salah, dan derajadnya jatuh serendah rendahnya jauh lebih rendah dari binatang
karena akalnya telah mati.
Jangan berfikir kepada orang
lain saja yang bahkan paling penting disadari adalah masing masing diri kita segera
bertaubat dari dosa dosa sebab bertaubat adalah seindah indahnya akhlaq yang
akan membuat Allah Subhanahu Wa Ta’ala sangat Gembira sekali Mari segera bertaubat sebelum terlambat !!!