Rahasia kedekatan para Shahabat ra ajmain
dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Tidak ada hal mudah semudah
beragama. Agama adalah sesuatu yang mutlaq wajib ada pada semua hamba Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Sudah menjadi Sunnatullah bahwa sesuatu yang sangat
dibutuhkan dibuat sangat mudah oleh Allah Subhanahu wa Ta’aala. .Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan agama sebagai hal yang paling mudah dan
tidak ada yang lebih mudah melebihi kemudahan dalam mengamalkan agama sebab
agama paling dibutuhkan oleh ummat manusia baik didunia terlebih lebih nanti di
alam akhirat. sehingga hakekatnya mengamalkan agama adalah hal paling mudah
dalam kehidupan ini.
Sebuah pertanyaan mengapa para
Shahabat sangat mudah sekali dalam mengamalkan agama Islam Pertolongan Allah
Subhanahu wa Ta’ala kepada para Shahabat ra ajmain sangat dekat sementara manusia
akhir zaman seakan sangat sulit untuk mengamalkan agama Islam dan Pertolongan
Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita seolah masih sangat jauh sekali ?
Di Zaman Shahabat bahkan
masalah kecil Allah Subhanahu wa Ta’ala cepat memberi bantuan. Pada zaman
sekarang semuanya serba bermasalah mulai dari masalah ekonomi, masalah
pendidikan, masalah kesehatan, masalah sosial maupun masalah politik seakan
akan Pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala masih sangat jauh sekali .
Mengapa semua ini bisa terjadi ???
Segala perbuatan yang didasari niat menta’aati Perintah Allah Subhanahu wa Ta’aala dan mengikuti Sunnah Rasulullah shallallaahu alaihi wa saalam bernilai agama. Intinya ketika seorang hamba memurnikan ketaatan hanya kepada Allah Subhanahu wa Taala dan sunnah Rasul shallaahu alaihi wa salam maka amalannya menjadi amal agama. Seperti misal makan dan minum yang asalnya perbuatan semua manusia bahkan hewan maupun tumbuh tumbuhan juga melakukan hal yang biasa ini. Dalam QS al-Bayyinah ayat 5, Allah SWT berfirman,
وَمَاۤ
اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِيَعۡبُدُوا اللّٰهَ مُخۡلِصِيۡنَ لَـهُ الدِّيۡنَ ۙ حُنَفَآءَ
وَيُقِيۡمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤۡتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيۡنُ الۡقَيِّمَةِ
"Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
ke pada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus."
"Seluruh kehidupan ini
adalah ibadah. Kegiatan amal itu ada macam-macamnya, tapi jika dikelompokkan
berda sarkan niat maka menjadi dua. Ada yang karena Allah dan Rasul dan ada
yang ditambah dengan tujuan lainnya,"
Dalam beribadah kepada Allah
SWT maupun menjalankan kehidupan, niat menjadi hal utama. Selain niat,
keikhlasan juga diperlukan agar segala usaha yang di lakukan menjadi lebih
baik. Keberadaan niat harus disertai pembebasan dari segala keburukan, nafsu,
dan keduniaan; harus ikhlas karena Allah. Ikhlas artinya memurnikan tujuan
ber-taqarrub kepada Allah SWT dari hal-hal yang mengotorinya. Arti lainnya:
menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan.
Ikhlas adalah syarat diterimanya amal saleh yang dilaksanakan sesuai dengan
sunah Rasulullah SAW.
Agama Islam merupakan agama
yang bersih dari kesyirikan dan ria. Ikhlas menjadi kunci utama dalam
menjalankan segala ibadah dan ketentuan yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Dalam hadis riwayat Abu Dawud dan an-Nasai dituliskan,
"Sesungguhnya
Allah Subha nahu Wata'ala tidak menerima suatu amal kecuali jika dikerjakan
murni karena-Nya dan mengharapkan wajah-Nya."
Keikhlasan juga disebut
banyak dibahas dalam Alquran. Dalam QS al- An'am ayat 162, Nabi Muhammad SAW
berkata,
قُلْ
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
"Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan
matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam."
Ini menunjukkan keikhlasan dan kepasrahan yang dilakukan Rasulullah dalam menjalankan kehidupannya.
Suatu kelompok amal juga
diawali dari niat. Siapa pun yang perbuatan hijrahnya betul-betul semata-mata
karena Allah SWT dan Rasulnya, maka semua ibadah itu diterima oleh Allah SWT.
Seseorang itu juga akan mendapatkan kenikmatan di dunia maupun akhirat. Namun,
jika seseorang melakukan sesuatu karena dunia, ia akan mendapatkan dunia tanpa
mendapatkan akhirat.
Shahabat ra ajmain didalam
mengamalkan agama benar benar murni didalam hatinya hanya karena menTa’ati
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa salam. Tidak ada didalam hati para Shahabat ra ajmin maksud maksud lainnya
selain hanya ingin Ta’at sepenuhnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
mencontoh Sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Selalu dan selalu
mengedepankan dan menjadikan dasar pijakan dalam mengamalkan agama 24 jam dalam
sehari.
Didalam
hati para Shahabat ra ajmain sepenuhnya yakin yang tanpa ada keraguan
sedikitpun terhadap Janji Jani Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah
shallallahu alaihi wa salam. Karena keyakinan yang sangat kuat dan sempurna
inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Pertolongan Nya dengan cepat.
Sedangkan manusia akhir zaman dalam mengamalkan agama tidak semurni para
Shahabat ra ajmain dalam hal ketaatannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasulullaah shallalahu alaihi wa salam. Salah dalam menempatkan ketaatan yang
seharusnya ke Ta’atan mutlaq hanya kepada Allah dan Rasul Nya sebagaimana ayat Al
Qur’an
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى
ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ
وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ
خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Keyakinan para Shahabat ra
ajmain
Ada sebuah kisah dari
sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW, yaitu Ali bin Abi Thalib, tentang
keutamaan sedekah. Sahabat Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai ahli sedekah
sehingga berjuluk Imamul Masakin atau Pemimpin Orang-orang Miskin. Ia merupakan
satu di antara 10 sahabat yang dijamin oleh Nabi Muhammad SAW akan masuk surga.
Dalam Kitab Durratun Nasikhin fi Al-Wa’dzi Wa Al-Irsyad karya Syekh Usman
al-Khaubari, dijelaskan kisah teladan Ali bin Abi Thalib dalam bersedekah.
Dikisahkan
oleh Ka’ab bin Akhbar: Suatu hari Fatimah Zahra, istri Ali bin Abi Thalib,
putri Rasulullah sakit. Ali pun bertanya kepada Fatimah.
“Wahai istriku, engkau ingin buah apa?”
“Suamiku, aku ingin buah
delima,” jawab Fatimah. Ali terdiam sejenak. Sebab, ia merasa tidak memiliki
uang sepeser pun untuk membeli delima. Ali memang menantu dari Rasulullah namun
ia terbiasa hidup sederhana. Kemudian dia pun berusaha mencari pinjaman uang
satu dirham. Setelah mendapat pinjaman itu, Ali pergi ke pasar membeli delima
dan segera kembali pulang. Di tengah perjalanan pulang, Ali melihat seorang tua
yang tergeletak di pinggir jalan dalam keadaan sakit. Ali pun menghampirinya.
“Wahai orang tua, apa yang diinginkan hatimu?”
“Wahai Ali, sudah lima hari
aku tergeletak sakit di tempat ini. Banyak orang berlalu lalang tapi satu pun
tak ada yang mau peduli padaku. Padahal hatiku ingin sekali memakan buah
delima,” jawab orang tua itu.
Mendengar jawaban itu Ali
terdiam. Dalam hati Ali berkata, “Buah delima ini sengaja aku beli untuk
istriku. Jika aku beri kepada orang tua ini, Fatimah pasti sedih sekali. Namun
apabila tidak aku berikan, berarti aku tidak menepati firman Allah.” Ali lantas
teringat ayat Allah SWT.
وَاَمَّا
السَّاۤىِٕلَ فَلَا تَنْهَرْ - ١٠
Dan terhadap orang yang meminta-minta
janganlah engkau menghardik(nya).
(QS. Ad Dhuha:10)
Ali pun memutuskan untuk
memberikan buah delima itu kepada orang tua tersebut. Sampai di rumah, Ali
menceritakan peristiwa itu kepada Fathimah. Setelah mendengar penuturan
suaminya, Fatimah merangkul dan mendekap Ali.
“Demi Allah yang Maha
Perkasa dan Maha Agung, ketika engkau memberikan delima kepada orang tua itu,
maka puaslah hatiku dan lenyaplah keinginanku pada buah delima itu,” kata
Fatimah.
Dengan wajah yang cerah, Ali
merasa sangat gembira mendengar penuturan istrinya. Tidak lama kemudian, datang
tamu mengetuk pintu.
“Siapakah Tuan?” tanya Ali.
“Aku Salman Al Farisi,”
jawab orang yang mengetuk pintu.
Setelah dibuka, Ali melihat
Salman membawa sebuah nampan tertutup. Nampan itu diletakkan di depan Ali.
“Dari manakah nampan ini,
wahai Salman?” tanya Ali.
“Dari Allah SWT untukmu
melalui perantaraan Rasulullah SAW,” jawab Salman. Setelah penutup nampan
dibuka, terlihat di dalamnya sembilan biji buah delima. Melihatnya Ali langsung
berkata.
“Hai Salman, jika ini memang
untukku, pasti jumlahnya sepuluh.”
Kemudian Ali membacakan
firman Allah SWT.
مَنْ
جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا ۖ وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ
فَلَا يُجْزَىٰ إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Barangsiapa
membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan
barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan
melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya
(dirugikan).
”
(QS. Al An’am : 160)
Salman pun langsung tertawa
sambil menyodorkan sebutir delima di tangannya.
“Wahai Ali, Demi Allah,
sandiwaraku ini hanya sekedar menguji sejauh mana keyakinanmu terhadap firman
Allah yang engkau bacakan tadi,” ucap Salman yang lantas mohon izin pulang.
Begitulah kisah sedekah buah
delima Ali bin Abi Thalib yang meyakini balasan pahala sepuluh kali lipat dari
Allah.
Kisah Pertolongan Allah
Subhanahu wa Ta’ala
Di antara cerita
kepahlawanan Sa'ad yang lainnya adalah ketika pasukan Muslimin yang sedang
dipimpinnya teradang Sungai Tigris. Kala itu, umat Islam akan membebaskan Irak.
Padahal, wilayah itu belum banyak dikenal oleh kaum Muslimin umumnya yang
berasal dari Jazirah Arab.
Alih-alih
mundur, Sa'ad memerintahkan pasukannya untuk terus menyeberangi sungai demi
menyukseskan jihad ini. Berkatalah ia kepada pasukan, "Bacalah
Hasbunallahu wa ni'mal wakiil."
kemudian dikerahkan kudanya menerjuni sungai yang diikuti orang-orang setelahnya. Maka, berduyun-duyun pasukan Muslim menyeberangi sungai. Ketika ada salah seorang prajurit yang menjatuhkan air minumnya, dilandasi semangat fastabiqul khairat, pasukan Muslimin berebut mencarikan tempat air itu. Demi melihat pemandangan ini dan betapa tinggi semangat perjuangan kaum Muslimin, para musuh gentar dan ketakutan.
Kesimpulannya adalah bahwa
para Shahabat ra ajmain hubungannya begitu dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta’aala
sebab mengamalkan agama betul betul dengan memurnikan keTa’atan hanya kepada
Allah Subhanahu wa Ta’aala dengan mencontoh perikehidupan Sunnah Rasulullaah
Shallalaahu alaihi wa salam.dan disertai keyakinan sepenuh hati yang tidak ada
keraguan sedikitpun tentang kebenaran akan Janji Janji Allah Azza wa Jalla
serta Rasulullaah shallalaahu alaihi wa salam. Sehingga manakala ummat akhir
zaman memurnikan keta’atan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah
shllallaahu alaihi wa salam dan meyakini sepenuhnya dengan tidak menyisakan
sedikitpun keraguan didalam hati akan kebenaran Perintah Allah Azza wa Jalla serta
Sunnah Nabi Muhammad shalallaahu alaihi wa salam Pertolongan serta Perlindungan
Nya akan selalu menyertai. In Syaa Allah