Tidak ada manusia yang hidup tanpa
kesalahan dan dosa. Setiap Bani Adam akan sering melakukan kesalahan dan
sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertobat kepada Allah SWT
sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
كُلُّ بَنِي آدَمَ
خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.
“Setiap
anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan
adalah yang bertaubat”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
اِتَّقِ اللهَ
حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ
النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau
berada dan iringilah sesuatu perbuatan dosa (kesalahan) dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya
dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik”
Karakteristik manusia adalah selalu
melakukan kesalahan dan dosa. Tergelincir dan terjatuh dalam kubangan dosa
adalah perkara lumrah yang biasa terjadi. Sehingga bukanlah yang dituntut dari
manusia bersih tidak pernah melakukan dosa. Namun yang dituntut dari mereka
adalah bertaubat ketika berbuat dosa. Lalu adakah manusia yang tidak memiliki
kesalahan dan dosa ?
Jika manusia tidak melakukan dosa sama
sekali, maka Allah -subhanahu wata’ala- akan menciptakan manusia yang melakukan
dosa, lalu Allah akan mengampuni mereka. Sebagaimana yang tergambar dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Ayyub -radhiyallahu ‘anhu-
ia berkata ketika hendak meninggal:
“Aku menyembunyikan dari kalian satu ilmu
yang aku dengar dari Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- beliau bersabda”
:
لَوْلَا أَنَّكُمْ
تُذْنِبُونَ لَخَلَقَ اللهُ خَلْقًا يُذْنِبُونَ يَغْفِرُ لَهُمْ
“Seandainya kamu sekalian tidak mempunyai dosa
sedikit pun, niscaya Allah akan menciptakan suatu kaum yang melakukan dosa
untuk diberikan ampunan kepada mereka.” [HR. Muslim]
Hadits ini tidak bermakna Allah -subhanahu
wa ta’ala- senang jika hamba-Nya melakukan dosa atau senang dengan kemaksiatan,
akan tetapi Allah -subhanahu wa ta’ala- membenci kekufuran dan tidak pula ridha
dengan kekufuran serta tidak senang dengan kemaksiatan. Akan tetapi Allah suka
jika hamba-Nya yang berbuat dosa dan maksiat dia bersegera bertobat kepada
Allah -subhanahu wa ta’ala- serta beristighfar kepadanya. Inilah makna dari
hadits tersebut”
Allah SWT Maha Pengampun memaafkan dosa
dosa hamba hamba bahkan Allah SWT akan menghapus dosa dosa hamba hamba sehingga
tidak ada lagi bukti bukti bahwa hamba hamba Nya pernah melakukan dosa dosa
dibumi ini. Semua saksi saksi baik yang pernah mengetahui atau saksi saksi dari
anggota tubuhnya sendiri semuanya sudah dilupakan oleh Allah SWT sebab Kasih
Sayang dan Ampunan Nya. Allah SWT bahkan mengganti keburukan keburukan dosa
dosa tersebut dengan kebaikan kebaikan berupa pahala.
Dalam perkara yang sangat prinsipil
sekalipun, Nabi SAW tetap mau memaafkan, sehingga tidak menjadi beban baru bagi
dakwah dan hidup beliau. Ketika orang-orang Thaif merespons dakwah beliau
dengan tindakan yang sangat kasar, Rasulullah memilih untuk memaafkan.
Beliau tidak hanya melupakan perlakuan
kasar mereka, malah membalasnya dengan untaian doa, ''Ya Allah, berilah hidayah
kepada mereka. Sesungguhnya mereka mengasariku hanya karena mereka tidak
tahu.''
Lalu bagaimana halnya dengan kita
terhadap sesama hamba Allah lainnya ? Memang memaafkan bukanlah perkara mudah. Namun
perlu kita renungkan secara mendalam, saat kita membenci mereka dan marah
berkepanjangan karena kesalahan yang bahkan tidak prinsip, kita telah melupakan
satu hal. Mereka sama dengan kita, kita pun sama dengan mereka. Manusia yang
bisa kapan saja melakukan salah dan dosa. Mungkin kita hanya melihat mereka
saat mereka melakukan salah. Tapi kita lupa betapa besar dan berharganya mereka
yang juga sempat berbuat baik pada kita.
Jangan menutup hati hanya karena rasa
marah dan kekesalan atas kesalahan yang mereka lakukan. Kita pun suatu saat
akan melakukan kesalahan yang sama, dan berjuang mendapatkan kata maaf dari
orang lain.
Tahukah anda, jutaan sel di dalam tubuh
akan bereaksi setiap kali otak dan hati melakukan sesuatu baik positif maupun
negatif. Bayangkan saja saat kita marah, sudah berapa sel di dalam tubuh kita
yang rusak dan membuat kita menjadi kehilangan keseimbangan dalam menjaga
kesehatan.
Banyak organ di dalam tubuh kita yang
akan menerima dampak buruknya. kita menjadi lebih mudah stres secara mental dan
sakit secara fisik. Dari sinilah, jangan memendam sesuatu hal yang negatif di
dalam diri kita. Bahkan jika masih sulit memaafkan orang lain karena kita masih
seringkali kesal saat melihatnya. Cobalah memaafkan mereka saat kita memikirkan
diri sendiri. Bukan untuk mereka, tapi untuk diri sendiri.
Ketika seseorang mau memaafkan orang
lain, sebenarnya ia telah mengambil keputusan besar untuk menggugurkan haknya.
Hak untuk mengungkit sakit hati, menyimpan dendam, atau membalas perlakuan
buruk yang pernah dideritanya.
Kedua, memaafkan adalah pangkal
kemuliaan. Sebab, hanya orang yang mulia dan berjiwa besar yang bisa dengan
lapang melebur kesalahan orang lain. Dan Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan
kebajikan setiap hamba-Nya. Dia akan membalas kelapangan orang yang mau membuka
pintu maafnya dengan limpahan kemuliaan.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan
Muslim, Rasulullah bersabda,
''Allah akan membalas orang yang mau memaafkan
(orang lain) dengan menambah kemuliaannya.''
Ketiga, memaafkan adalah tabungan
akhirat yang tak ternilai. Dalam Alquran suras al-Syura ayat 40, Allah SWT
berfirman,
''Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya menjadi
tanggungan Allah.''
Saat menafsirkan ayat ini, Imam al-Hasan
RA meriwayatkan,
''Pada hari kiamat nanti, semua manusia akan dibawa ke hadapan
Allah kemudian ada yang menyeru, 'Tidak boleh berdiri kecuali orang yang
mempunyai simpanan pahala di sisi Allah'. Ternyata, tidak ada yang berdiri
kecuali orang-orang yang pernah memaafkan orang lain kala hidup di dunia.''
Masihkah kita sulit untuk memaafkan
saudara kita ? Apakah kita tidak ingin mendapat ampunan dan maaf dari Allah SWT
sebab kita suka memaafkan saudara kita ketika di dunia ? Apakah kita enggan
memperoleh syafaat dari Rasulullaah saw sebab memiliki sifat suka memaafkan
bahkan sebelum saudara kita meminta maaf. Hamba Allah SWT yang pemaaf
mendapatkan jaminan syurga siapapun orangnya meski mungkin tidak memiliki
amalan amalan hebat yang menjadi andalannya kecuali sifat pemaaf itu saja. Ketika
kita memaafkan saudara kita sesungguhnya kita sedang memaafkan diri sendiri
dari segala kesalahan dan dosa dosa kita. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment
Kami akan sangat berbahagia apabila anda memberi komentar atas tulisan di atas. Jazakallooh atas segala perhatiannya.