Sesungguhnya seluruh keputusan (qadha) yang telah ditetapkan oleh Allah
untuk para hamba-Nya, mengandung banyak kebaikan bahkan tak satupun yang
mengandung kemudharatan walaupun dalam realitanya terlihat seolah olah tidak
menyenangkan.
Sebagai misal, kita bisa melihatnya pada urusan rezeki, Allah
melapangkan rezeki untuk sebagian orang dan menyempitkannya bagi sebagian
lainnya. Hal ini bentuk pengajaran dari Allah demi kemaslahatan hamba-Nya,
bukankah Allah berfirman:
وَلَوْ
بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَٰكِنْ
يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah
mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang
dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan)
hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura: 27)
Qadha dari Allah juga merupakan instrumen pembersih hati dari noda-noda
dosa dan kelalaian yang pernah dilakukan oleh seorang hamba, seperti disebutkan
dalam hadits:
“Tidaklah sebuah musibah yang menimpa seorang muslim seperti penyakit,
kegelisahan, kesedihan bahkan terkena duri sekalipun, kecuali Allah telah
gugurkan dosa-dosa (kecilnya) dengan musibah tersebut.” (Muttafaq ‘Alaih).
Seberapa jauh kadar cinta seorang hamba kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
bisa dibuktikan dengan sikapnya yang selalu ridha menerima keputusan Sang
Khalik. Bagaimana tidak? Dia yakin bahwa Rabb-Nya tidak menginginkan apapun
kecuali kebaikan.
Hamba tersebut juga meyakini bahwa Allah tidak akan menciptakan dirinya
hanya untuk disiksa. Akan tetapi, Allah menciptakan dirinya dengan Kekuasaan
dan Kemurahan-Nya kepada semua makhluk agar mereka semua dapat masuk ke dalam
surga, tempat yang penuh nikmat dan abadi.
وَعَسَىٰ
أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا
وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 216).
أَنْ
تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa’: 19).
Hendaknya kita juga mengingat bahwa di antara kelembutan Allah ta’ala
pada hamba-Nya adalah: “Dia menakdirkan berbagai macam musibah, cobaan hidup,
serta ujian berupa perintah dan larangan yang berat dijalankan oleh hamba-Nya,
sebagai bentuk kasih sayang dan kelembutan pada mereka, serta untuk menuntun
mereka pada kesempurnaan diri dan agar limpahan nikmat tercurah secara sempurna
kepada mereka. “
Banyak kisah kisah yang menginspirasi betapa hamba Allah SWT yang pasrah
dan prasangka baik kepada Allah SWT pada akhirnya memperoleh pertolongan dari
Allah SWT
Ibunda Musa ‘alaihi as-salam yang membuang anaknya ke laut. Kita dapat
membayangkan bahwa betapa khawatirnya ibunda Musa ketika anaknya berada di
tangan keluarga Fir’aun. Kendati demikian, hal itu berbuah manis dan berujung
kebaikan di kemudian hari. Pesan itulah yang berusaha disampaikan oleh firman
Allah di atas, yaitu dalam firman-Nya yang artinya :
“Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui.” (al-Baqarah: 216).
Demikian pula kisah Nabi Khidir yang membunuh seorang anak. Maka hendaknya
kedua orang tuanya melihat takdir ini dengan kacamata nikmat dan rahmat, bahwa
Allah ta’ala terkadang memalingkan suatu kenikmatan dari seseorang karena
sayang kepadanya ! Tidakkah dia tahu ? Boleh jadi jika dirinya dianugerahi
seorang anak, anak tersebut malah menjadi sumber kesengsaraan, kemalangan, dan
penderitaan bagi kedua orang tua seperti yang menjadi alasan Khidr di atas.
Lalu apa yang menjadi pedoman dalam berupaya agar tidak terkesan pasif
tanpa berbuat apapun menerima ketentuan dari Allah SWT
Inti dari semua ini adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh seorang
penyair,
عَلَى
الْمَرْءِ أَنْ يَسْعَى إِلَى الْخَيْرِ جُهْدَهُ
وَلَيْسَ
عَلَيْهِ أَنْ تَتِمَّ الْمَقَاصِدُ
Seseorang seharusnya berusaha sekuat tenaganya mendapatkan kebaikan
Tetapi, ia tidak akan bisa menetapkan keberhasilannya. Maksudnya keberhasilan
adalah suatu kepastian menurut Allah SWT bukan mengikut nafsu manusia. Allah
SWT hanya ingin melihat sejauh mana hambanya berusaha lalu dengan Kasih Sayang
Allah SWT akan disempurnakan ikhtiarnya dengan memberi suatu anugerah yang
hanya Allah SWT sajalah yang Maha Mengetahui segala hikmah hikmahnya.
No comments:
Post a Comment
Kami akan sangat berbahagia apabila anda memberi komentar atas tulisan di atas. Jazakallooh atas segala perhatiannya.